AKANKAH
PEMILU 2014 MENGHASILKAN PERUBAHAN?[1]
Oleh: Much Deiniatur[2]
Pendahuluan
Pemilu 2014 akan berlangsung sebentar lagi, masa
depan bangsa akan ditentukan dalam proses pemilu ini. Aspek kedemokratisan dari
pemilu ini ditentukan oleh mekanisme pemilu yang baik sesuai dengan
undang-undang, dalam hal ini pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU).
Disamping menentukan berbagai agenda kebangsaan ke
depan, pemilu dipandang penting karena akan menentukan siapa pemimpin kita yang
mampu mengentaskan Indonesia dari berbagai macam persoalan. Selama ini, dalam
berbagai pengalaman yang kita miliki, pemilu hanya mampu menghasilkan penguasa
yang kurang peduli terhadap rakyatnya. Pemilu-pemilu kita selama ini belum
mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar dirindukan kehadirannya oleh rakyat.
Memilih Penguasa bukan Pemimpin
Apa perbedaan penguasa dengan pemimpin?. Penguasa
adalah sosok yang meletakkan kekuasaannya semata-mata sebagai target politik
yang sudah tercapai dan kurang atau tidak begitu hirau dengan permasalahan yang
melilit rakyatnya. Karena itu, penguasa akan identik dengan pemihakan pada kaum
yang secara ekonomi mapan, guna melanggengkan kekuasaannya.
Sedangkan
pemimpin adalah sosok bijak yang berusaha keras untuk selalu memihak pada kaum
miskin, dan bersikap adil terhadap segala persoalan kebangsaan. Dia akan selalu
berhati-hati untuk memutuskan kebijakan yang memiliki dampak serius ditengah
masyarakat[3].
Jika penguasa berniat hanya sekedar
menguasai, maka pemimpin bertujuan untuk memimpin menuju cita-cita bersama.
Karena itu, dalam idiom jawa, kita mengenal istilah ing ngrsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Sayangnya, mentalitas partai politik peserta pemilu dalam menjalankan pemilu
tampaknya hanya mentalitas kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi
penguasa.
Contoh yang sangat memuakkan adalah kecenderungan
untuk berbuat skandal korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan. Sejarah kita
selama beberapa dekade, sarat dengan muatan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Dari segi moral, kita dihadapkan pada pertanyaan serius; mengapa para koruptor
tidak pernah jera melakukan profesinya ditengah-tengah sebuah Negara yang
religious berdasar Pancasila?. Itu dikarenakan system hukum kita yang masih
lemah. Pelaksanaan hukuman/sangsinya pun masih ringan dan kadang tebang pilih.
Seorang koruptor yang dilindungi payung pejabat, tetap merasa aman dalam
petualangannya menggerogoti sendi-sendi ekonomi Negara.[4]
Kepemimpinan
Akhir-akhir ini banyak orang
membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari
kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang
cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang perduli pada
kepentingan orang lain, kepentingan lingkungannya.
Krisis kepemimpinan ini disebabkan
karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak, kepentingan
lingkungannya. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar yang
menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak
merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari
pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan
masalah kemajuan dalam kebersamaan. Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat
sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas
tanggung jawab. Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untuk menegakkan
etika memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam
pendirian, jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
padanya, kuat iman dalam menolak godaan dan peluang untuk menyimpang. Ketiga,
masalah kebangsaan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini
tantangannya semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi
hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan.[5]
Penutup
Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus
mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang
menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Juga pemimpin itu harus
memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi
kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur
yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kelak di
kemudian hari.
[1]
Disampaikan pada pembukaan Konferensi ke -IX HMI Cabang Purworejo pada 26
Oktober 2013
[2]
Penulis adalah Sekretaris Paguyuban Ulil Albab Purworejo
[3]
Benny Susetyo, Hancurnya Etika Politik. (Jakarta:
Kompas, 2014). p.76
[4]
Ahmad Syafii Maarif, Masa Depan Bangsa
Dalam Taruhan,(Yogyakarta; Pustaka SM): 2000). p.4
[5]
Nisrul Irawati, Kepemimpinan Efektif,
Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil
Keputusan Yang Tepat, (FE Universitas Sumatera Utara) p.1.
0 Responses to "Makalah Diskusi Politik Pembukaan Konferca 9"
Posting Komentar