HASANUDIN TERPILIH MENJADI FORMATEUR

Written by HMI CABANG PURWOREJO on Rabu, 30 Oktober 2013 at 00.27

Konferensi IX Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Purworejo yang digelar Sabtu-Ahad, 26-27 Oktober 2013 lalu menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya adalah terpilihnya Hasanudin menjadi Formatur atau Ketua umum HMI Cabang Purworejo untuk satu tahun kedepan.
Selain itu, terpilih juga beberapa Mide Formatur diantaranya adalah Yusuf A.F, Isrom S, Rita S, dan Itmam S. Pemilihan berlangsung secara dramatis dan menegangkan. Calon Formatur yang tidak terpilih akhirnya menjadi Formatur pada Konferca kali ini .
Hasanudin dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam kepengurusannya akan melaksanakan semua amanah yang dihasilkan dalam konferca. Sesuai dengan temanya yaitu Reaktualisasi Identitas HMI dengan semangat Profetik menuju Masyarakat Madani , Hasan ingin mewujudkan tema tersebut. "Identitas HMI yaitu Perkaderan dan Perjuangan, maka kepengurusan kedepan harus fokus terhadap itu dan dengan semangat profetik maka hal itu akan terwujud", Imbuh Hasan.
Hasanudin merupakan Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Purworeo. Sebelumnya Hasan pernah menjadi Ketua HMI Kom Matematika dan Kabid PTK HMI Cabang Purworejo.

Makalah Diskusi Politik Pembukaan Konferca 9

Written by HMI CABANG PURWOREJO on at 00.10


AKANKAH PEMILU 2014 MENGHASILKAN PERUBAHAN?[1]
Oleh: Much Deiniatur[2]

Pendahuluan
Pemilu 2014 akan berlangsung sebentar lagi, masa depan bangsa akan ditentukan dalam proses pemilu ini. Aspek kedemokratisan dari pemilu ini ditentukan oleh mekanisme pemilu yang baik sesuai dengan undang-undang, dalam hal ini pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Disamping menentukan berbagai agenda kebangsaan ke depan, pemilu dipandang penting karena akan menentukan siapa pemimpin kita yang mampu mengentaskan Indonesia dari berbagai macam persoalan. Selama ini, dalam berbagai pengalaman yang kita miliki, pemilu hanya mampu menghasilkan penguasa yang kurang peduli terhadap rakyatnya. Pemilu-pemilu kita selama ini belum mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar dirindukan kehadirannya oleh rakyat.
  
Memilih Penguasa bukan Pemimpin
Apa perbedaan penguasa dengan pemimpin?. Penguasa adalah sosok yang meletakkan kekuasaannya semata-mata sebagai target politik yang sudah tercapai dan kurang atau tidak begitu hirau dengan permasalahan yang melilit rakyatnya. Karena itu, penguasa akan identik dengan pemihakan pada kaum yang secara ekonomi mapan, guna melanggengkan kekuasaannya.
Sedangkan pemimpin adalah sosok bijak yang berusaha keras untuk selalu memihak pada kaum miskin, dan bersikap adil terhadap segala persoalan kebangsaan. Dia akan selalu berhati-hati untuk memutuskan kebijakan yang memiliki dampak serius ditengah masyarakat[3].
            Jika penguasa berniat hanya sekedar menguasai, maka pemimpin bertujuan untuk memimpin menuju cita-cita bersama. Karena itu, dalam idiom jawa, kita mengenal istilah ing ngrsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Sayangnya, mentalitas partai politik peserta pemilu dalam menjalankan pemilu tampaknya hanya mentalitas kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi penguasa.
Contoh yang sangat memuakkan adalah kecenderungan untuk berbuat skandal korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan. Sejarah kita selama beberapa dekade, sarat dengan muatan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Dari segi moral, kita dihadapkan pada pertanyaan serius; mengapa para koruptor tidak pernah jera melakukan profesinya ditengah-tengah sebuah Negara yang religious berdasar Pancasila?. Itu dikarenakan system hukum kita yang masih lemah. Pelaksanaan hukuman/sangsinya pun masih ringan dan kadang tebang pilih. Seorang koruptor yang dilindungi payung pejabat, tetap merasa aman dalam petualangannya menggerogoti sendi-sendi ekonomi Negara.[4]

Kepemimpinan
Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang perduli pada kepentingan orang lain, kepentingan lingkungannya.
Krisis kepemimpinan ini disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak, kepentingan lingkungannya. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan. Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas tanggung jawab. Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untuk menegakkan etika memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam pendirian, jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan padanya, kuat iman dalam menolak godaan dan peluang untuk menyimpang. Ketiga, masalah kebangsaan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan.[5]


Penutup
Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kelak di kemudian hari.


[1] Disampaikan pada pembukaan Konferensi ke -IX HMI Cabang Purworejo pada 26 Oktober 2013
[2] Penulis adalah Sekretaris Paguyuban Ulil Albab Purworejo
[3] Benny Susetyo, Hancurnya Etika Politik. (Jakarta: Kompas, 2014). p.76
[4] Ahmad Syafii Maarif, Masa Depan Bangsa Dalam Taruhan,(Yogyakarta; Pustaka SM): 2000). p.4
[5] Nisrul Irawati, Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil  Keputusan Yang Tepat, (FE Universitas Sumatera Utara) p.1.

KONFERENSI CABANG KE 9 AKAN SEGERA DIGELAR

Written by HMI CABANG PURWOREJO on Rabu, 23 Oktober 2013 at 23.14

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Purworejo akan melaksanakan Konferensi Cabang Ke-9, acara ini akan di gelar pada hari Sabtu-Minggu, 26-27 Oktober 2013 di Aula Panti Asuhan Muda-mudi Wiloso Purworejo. Acara akan di awali dengan "Diskusi Politik" yang akan membahas tentang regenerasi Kepemimpinan di Indonesia dan Prediksi Pilpres 2014. Adapun Pembicara yang akan hadir adalah Kanda Puji Hartoyo (Ketum PB HMI), Drs. Budi Setiawan, M. Si (Dosen UMP), dan perwakilan dari KAHMI (Korps Alumni HMI).
Pembukaan Konferensi akan dihadiri oleh seluruh Kader HMI Purworejo, baik dari HMI Komisariat Mipa UMP maupun dari HMI Komisariat Bahasa UMP, alumni HMI, aktivis, dan gerakan Mahasiswa di Purworejo


Sibuk Berbenah   
Jelang Konferensi, sejumlah kader di lingkungan HMI Purworejo mulai sibuk berkonsolidasi. Ada nama-nama yang akan diunggulkan menjadi calon Formatur, diantaranya adalah Isrom S, Yusuf AF, dan Hasanudin. "Tidak menutup kemungkinan juga akan muncul nama-nama yang baru" ucap Muchtar, Ketua HMI Komisariat Mipa. Sedangkan menurut Zaenal Abidin, Ketua umum HMI Cabang Purworejo, yang harus dipersiapkan kader-kader HMI Purworejo adalah konsep untuk Perkaderan kedepan, mengingat secara kuantitas kader HMI di Purworejo belakangan ini terus berkurang. Selain itu juga harus mempersiapkan ide-ide untuk pengembangan ekonomi (atau kewirausahaan), dan Pengembangan jaringan baik Perguruan tinggi dan Masyarakat.  (Deins)

PB HMI: Kembalikan Kewenangan KY Awasi MK

Written by HMI CABANG PURWOREJO on Rabu, 09 Oktober 2013 at 20.19

Kenyataan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga negara yang tidak bisa diawasi harus diubah. MK harus tetap diawasi dengan mengembalikan kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk pengawasan tersebut. “Perkuat pengawasan di MK dengan mengembalikan kewenangan KY untuk dapat mengawasi perilaku seluruh hakim, termasuk hakim MK,” tulis Ketua Umum PB HMI MPO, Puji Hartoyo Abubakar dalam rilisnya, Jum’at (4/10/2013). Menurut rilis tersebut, kemutlakan yang dimiliki MK selama ini yaitu segala keputusannya tidak bisa diupayakan hukum lagi manakala para pihak yang berperkara tidak menerima hasil putusan MK. “Dengan begini maka wajar saja kalau kita mengatakan bahwa kekuasaan MK sesungguhnya ‘absolut.’ Di mata kekuasaan MK, tidak ada lembaga lain yang memiliki bargaining atas dirinya. Ada majelis kehormatan MK yang keberadaannya bersifat adhoc, hanya dibentuk ketika ada dugaan hakim yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim MK. Tetapi sifat itu menunjukan keberadaannya yang sangat lemah.” Dengan kejadian Ketua MK tertangkap basah menerima suap, kepercayaan rakyat terhadap supremasi hukum runtuh seketika. Selain mengembalikan kewenangan KY, PB HMI MPO menuntut proses rekrutmen hakim MK harus dilakukan secara transparan, adil dan objektif oleh orang-orang yang memiliki integritas dan kompetensi di bidangnya. Jangan Lupakan Kasus Besar PB HMI MPO mendukung KPK untuk menuntaskan pemberantasan seluruh kasus korupsi yang diduga terjadi di MK; yang dilakukan oleh panitera, keluarga maupun hakim MK secara langsung, tanpa mengurangi fokus untuk menuntaskan kasus-kasus mega korupsi lain yang masih dalam proses di KPK seperti kasus Bank Century dan BLBI. Sedangkan mengenai Akil Muchtar sebagai tersangka (yang ketika tertangkap masih melekat pada dirinya jabatan ketua MK) harus dituntut dengan hukuman yang seberat-beratnya atau hukuman mati. “Presiden agar tegas dan segera mengambil langkah-langkah nyata untuk menyelamatkan kewibawaan negara, terutama dalam hal penegakan hukum demi terwujudnya keadilan,” demikian tertulis dalam rilis yang ditandatangani Ketua Umum Puji Hartoyo dan Sekjen Abdul Malik Raharusun tersebut.

Renungan HUT ke-68 TNI

Written by HMI CABANG PURWOREJO on at 20.15

Oleh: Lukman Hakiem Mr. Kasman Singodimedjo (1904-1982), bagai ditakdirkan untuk selalu tampil sebagai perintis di saat-saat kritis. Di waktu sekitar proklamasi, kata Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, adalah lazim kalangan pemuda menyebut trio Soekarno-Hatta-Kasman, di mana Kasman dirasakan sebagai tokoh militer yang terdepan ketika itu. “Hanya dengan pimpinan Soekarno-Hatta-Kasman rakyat dapat digerakkan secara massal, dan kegiatan tanpa disertai ketiga pemimpin ini, dewasa itu akan merupakan suatu gerakan yang hanya setengah-setengah saja,” kata Pak Nas. Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, tokoh kelahiran Purworejo yang berlatar belakang pendidikan Barat itu, yang bertahun-tahun menjadi aktivis Jong Islamieten Bond (JIB), dan menjadi guru serta pengurus Muhammadiyah, oleh tentara pendudukan Jepang ditunjuk menjadi Komandan Batalyon (Daidancho) Pembela Tanah Air (PETA) Jakarta. Sebagai Daidancho paling senior, pada 16 Agustus 1945, dalam pertemuan dengan para Daidancho se-Jawa dan Madura di Bandung, Kasman memberi arahan kepada para Daidancho agar semua persenjataan yang telah berada di tangan PETA tidak diserahkan kepada tentara Jepang. Pada 18 Agustus 1945, Daidancho Kasman diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menghasilkan konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Pada 20 Agustus 1945, sidang ketiga PPKI memutuskan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dengan tugas dan kewajiban “harus memelihara keamanan bersama-sama rakyat dengan jawatan-jawatan negeri yang bersangkutan.” Otto Iskandar Dinata ditunjuk menjadi Kepala BKR dengan Kasman Singodimedjo sebagai Wakil. Oleh karena sejak ditunjuk menjadi Kepala BKR, Otto tidak pernah muncul (hilang/gugur di daerah Tangerang), praktis Kasman lah yang memimpin BKR. Kita tahu, BKR ini adalah cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan dalam konteks ini kita dapat memahami kesaksian Jenderal Nasution di atas. Belum rampung mengkonsolidasikan BKR, pada 29 Agustus 1945, Kasman dipilih menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). KNIP adalah parlemen pertama di era kemerdekaan, dan Kasman adalah orang pertama yang memimpin parlemen pertama itu. Meskipun sudah menjadi ketua parlemen, perhatian Kasman kepada pembentukan tentara, tidak pudar. Pada 9 Oktober 1945, Kasman Singodimedjo selaku Ketua KNIP mengumumkan bahwa untuk menjaga keamanan rakyat pada dewasa ini, oleh Presiden RI telah diperintahkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat. Kasman menyerukan agar seluruh pemuda, bekas prajurit PETA, bekas prajurit Hindia-Belanda, Pelopor, dan lain-lain, baik yang sudah maupun yang belum pernah memperoleh latihan militer supaya selekas-lekasnya mendaftarkan diri di kantor BKR yang ditunjuk oleh Residen atau wakilnya. Jabatan Ketua KNIP dipegang Kasman sampai 15 Oktober 1945 ketika Kasman menyerahkan jabatan itu kepada Sutan Sjahrir. Selepas dari jabatan Ketua KNIP, Kasman diangkat menjadi Jaksa Agung. Ini pun jabatan rintisan, sebab Jaksa Agung yang pertama (17 Agustus-6 November 1945), Mr. Gatot, yang tinggal di Purwokerto, karena situasi dan kondisi pada masa itu tidak efektif di dalam menjalankan tugasnya. Sebagai Jaksa Agung di masa permulaan kemerdekaan, Kasman melakukan penyusunan administrasi dan personalia, hubungan dengan berbagai instansi baik vertikal maupun horisontal, juga mengeluarkan berbagai instruksi kepada segenap jajaran kejaksaan. Setelah berhenti dari jabatan Jaksa Agung, Kasman ditunjuk menjadi Kepala Urusan Kehakiman dan Mahkamah Tinggi pada Kementerian Pertahanan RI dengan pangkat Jenderal Mayor. Setelah itu, Kasman diangkat menjadi Kepala Kehakiman dan Pengadilan Militer pada Kementerian Pertahanan. Jabatan terakhir Kasman di pemerintahan adalah sebagai Menteri Muda Kehakiman dalam Kabinet Amir Sjarifuddin II. Beberapa tahun kemudian, Kasman terpilih menjadi anggota Majelis Konstituante dan diberi amanah menjadi Ketua Fraksi Islam yang merupakan gabungan dari anggota Partai Masyumi, Partai Nahdlatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Islam PERTI di Konstituante. Menurut Jenderal TNI A.H. Nasution, ketampilan ikut memimpin negara dan tentara pada saat-saat yang amat kritik itu, tidak akan datang dari “pemimpin-pemimpin rutin.” Tugas memimpin di masa-masa kritik pasti jauh lebih berbahaya dan lebih menentukan bagi nasib bangsa, dibanding dengan di masa negara dan tentara telah tegak terkonsolidasi. Melunakkan Ki Bagoes Hadikoesoemo Begitu diangkat menjadi anggota PPKI, lagi-lagi Kasman menghadapi situasi kritis. Situasi pada pagi 18 Agustus 1945 itu, sungguh-sungguh sangat krusial. Keputusan rapat besar BPUPK mengenai Preambule (yang biasa disebut Piagam Jakarta 22 Juni 1945) dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang pada16 Juli 1945, diterima –dalam kata-kata Ketua BPUPK Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat — “dengan suara sebulat-bulatnya” atas permintaan Mohammad Hatta diusulkan agar diamandemen, yaitu dengan menghilangkan tujuh kata: “…. dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Menurut mantan Wakil Perdana Menteri Prawoto Mangkusasmito, ketika seluruh eksponen non-Islam pada rapat 18 Agustus 1945 itu menghendaki tidak ada klausul tujuh kata yang menjadi inti dari Piagam Jakarta, anggota PPKI K.H. A. Wahid Hasjim masih dalam perjalanan dari Jawa Timur. Kasman sebagai anggota tambahan, yang baru mendapat undangan rapat pada pagi hari itu, belum mengetahui sama sekali persoalannya. Oleh karena itu, seluruh tekanan psikologis tentang berhasil atau tidaknya penetapan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang kemerdekaannya baru berumur beberapa jam itu sepenuhnya diletakkan di atas pundak Ketua PP Muhammadiyah, Ki Bagoes Hadikoesoemo, sebagai satu-satunya eksponen perjuangan Islam di PPKI pada saat itu. Tidak mudah meyakinkan Ki Bagoes untuk menghapus tujuh kata dari rancangan Preambule Undang-Undang Dasar. Sesudah Bung Hatta –yang konon pada sore 17 Agustus 1945 menerima opsir Angkatan Laut Jepang untuk menyampaikan keberatan rakyat di Indonesia Timur atas masuknya tujuh kata tersebut dalam Preambule Undang-Undang Dasar—gagal meyakinkan Ki Bagoes, dia meminta T. M. Hasan tokoh Ikhwanus Safa dari Aceh untuk melobbi Ki Bagoes. Hasan ternyata juga tidak mampu.melunakkan hati ki Bagoes. Dalam situasi kritis itulah, Hatta meminta Kasman untuk membujuk Ki Bagoes. Dengan menggunakan bahasa Jawa halus, Kasman meyakinkan Ki Bagoes untuk mau menerima usul perubahan. Kasman antara lain mengingatkan Ki Bagoes bahwa karena kemarin kemerdekaan sudah diproklamasikan, maka Undang-Undang Dasar harus cepat ditetapkan supaya memperlancar roda pemerintahan. Kasman juga mengingatkan Ki Bagoes bahwa bangsa Indonesia sekarang posisinya terjepit di antara bala tentara Dai Nippon yang masih tongol-tongol di bumi Indonesia dengan persenjataan moderennya; dan tentara Sekutu –termasuk Belanda—yang tingil-tingil mau masuk Indonesia, juga dengan persenjataan moderennya. Di akhir pembicaraannya, Kasman bertanya kepada Ki Bagoes apakah tidak bijaksana jika kita sebagai umat Islam yang mayoritas ini mengalah, yakni menghapus tujuh kata termaksud demi kemenangan cita-cita bersama, yakni tercapainya Indonesia merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil makmur, tenang tenteram, diridhai Allah. Entah karena dilobbi oleh sesama kader Muhammadiyah, atau karena kepiawaian Kasman melobbi dengan bahasa Jawa halus, Ki Bagoes luluh dan dapat menerima argumen Kasman. Ki Bagoes setuju tujuh kata dalam rancangan Preambule Undang-Undang Dasar, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dihapus dan diganti dengan kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa. Bersamaan dengan itu Ki Bagoes meminta supaya anak kalimat “menurut dasar” di dalam Preambule Undang-Undang Dasar dihapus, sehingga penulisannya dalam Preambule Undang-Undang Dasar menjadi: “…. Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan seterusnya.” Usul Ki Bagoes disetujui, dan langsung dikonfirmasikan kepada Bung Hatta. Berpolitik dengan Keyakinan Kasman Singodimedjo, bukanlah jenis tokoh yang berpolitik untuk mencapai tujuan dan kepentingan pribadi, apalagi sekadar untuk memperkaya diri. Kasman berpolitik berdasarkan cita-cita dan keyakinan. Perjuangannya yang dilandasi cita-cita dan keyakinan itu menyebabkan Kasman tidak pernah mau duduk berpangku tangan. Ketika pada 19 Desember 1948, ibukota RI di Yogyakarta diserang dan diduduki tentara Belanda, dan para pemimpin Republik ditawan, Kasman sebagai Juru Bicara Pemerintah Pusat berkeliling ke basis-basis Republik di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk memberikan penerangan bahwa meskipun Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para menteri ditawan oleh Belanda, roda pemerintahan Republik Indonesia masih terus berjalan. Kasman juga mengobarkan semangat rakyat untuk terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang, Letnan Jenderal T.B. Simatupang, mencatat pertemuannya dengan Kasman di masa itu. Simatupang mengakui di masa perang-rakyat itu, dirinya tidak mungkin mampu mengunjungi daerah-daerah yang sudah dikunjungi Kasman. “Gambaran yang saya peroleh dari ceritanya (Kasman) itu pada dasarnya adalah sama dengan keadaan yang telah saya lihat sendiri di daerah Kedu, Yogyakarta, dan Surakarta itu. Belanda menduduki kota-kota besar, tetapi di luar kota-kota itu tentara dan pamongpraja kita bergerak dan bekerja terus,” demikian Jenderal Simatupang dalam bukunya yang terkenal, Laporan dari Banaran. Sebagai aktivis Muhammadiyah sejak 1921, cita-cita dan keyakinan Kasman dipengaruhi oleh rumusan kepribadian Muhammadiyah, antara lain: beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan, memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah, mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan filsafat negara yang sah. Membantu pemerintah serta kerja sama dengan golongan lain dalam pemeliharaan dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur dan diridhai Allah subhanahu wa ta’ala, dan bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana. Dengan cita-cita dan keyakinan seperti itu, tidak perlu heran melihat Kasman yang bukan pengurus atau calon anggota legislative (caleg), pada 1977 sangat bersemangat menjadi juru kampanye salah satu organisasi peserta pemilihan umum. Kasman berkampanye di Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Maluku. Semangat kampanye Kasman melampaui semangat para pengurus partai dan caleg, karena Kasman bergerak didasari keyakinan. Bukan karena kepentingan sesaat untuk melanggengkan kekuasaan di partai atau untuk menjadi anggota parlemen. Padahal, pada saat itu, masih banyak tokoh yang bersikap wait and see atau memilih menjadi golongan putih (golput) karena menganggap pemilu kedua di masa Orde Baru itu tidak ada manfaatnya untuk demokrasi dan hanya menguntungkan rezim yang berkuasa saja. Akan tetapi, jika tiba saatnya Kasman harus mengeritik, dia pun tidak segan melancarkan kritik. Itu terjadi di masa Presiden Soekarno. Akibat pidatonya yang kritis terhadap pemerintahan Soekarno yang disampaikannya pada 31 Agustus 1958 di Magelang, Kasman dituduh menyebarkan permusuhan kepada pemerintah dan menyebabkannya di penjara selama beberapa tahun. Sikap kritis Kasman juga terjadi di masa Presiden Soeharto dengan mengajukan Petisi Kasman (Petisi 26) mengenai pemilihan umum, dan Pernyataan Keprihatinan (Petisi 50) yang menyebabkan hak-hak sipilnya dibunuh. Yang mengenaskan, ketika pada 12 Agustus 1992, Presiden Soeharto memberikan Bintang Mahaputera kepada para mantan anggota BPUPK dan PPKI, Kasman Singodimedjo dilewati. Patut diduga, ini adalah dampak dari keikutsertaan Kasman menandatangani Petisi 50. Akan tetapi, berbagai risiko yang dihadapi, tidak menyebabkan Kasman surut dari lapangan perjuangan. Seorang Muslim, kata Kasman, harus berjuang terus. Hukumnya wajib, karena hidup itu adalah perjuangan. Bagi Kasman, seorang Muslim harus berjuang terus, betapa pun keadaannya lebih sulit dari sebelumnya. Adanya kesulitan-kesulitan itu tidak membebaskan seorang Muslim untuk berhenti berjuang, bahkan ia harus berjuang lebih gigih daripada waktu lampau dengan strategi tertentu dan taktik yang lebih tepat dan sesuai. Kasman Singodimedjo adalah tokoh pemimpin yang unik. Beliau adalah seorang nasionalis yang memperjuangkan tegaknya Islam, sekaligus pemimpin Islam yang berjuang untuk kepentingan nasional. Beliau adalah seorang politikus yang sekaligus seorang pekerja sosial. Beliau seorang cendekiawan yang selalu berada di tengah-tengah rakyat. Beliau seorang intelek sekaligus seorang kiai. Lebih dari itu semua, Kasman adalah seorang pejuang tanpa pamrih yang nyaris dilupakan oleh bangsanya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. *** Lukman Hakiem Alumni HMI, kini Wakil Ketua Majelis Pakar DPP PPP

Munas LAPMI akan Digelar

Written by HMI CABANG PURWOREJO on at 20.12

Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) HMI MPO bersiap menggelar Musyawarah Nasional (Munas), 25-27 Oktober 2013 di Yogyakarta. Sebagai tuan rumah, HMI Cabang Yogyakarta menunjuk Wicaksono sebagai Ketua Panitia kegiatan tersebut. Munas tahun ini mengangkat tema “Mengembalikan Fungsi Kontrol Pers yang Sehat.” Dijelaskan dalam acuan kegiatan, tema tersebut menyoroti kebebasan dan netralitas pers Indonesia masa kini, terlebih di ‘tahun politik’ menjelang Pemilu 2014. “Erat kaitannya sebagai kekuatan pengontrol kekuasaan, pers memang harus kritis. Tetapi kekritisan tersebut kini sering kebablasan dan campur aduk, sebab pers tidak hanya bersuara terhadap penyimpangan yang dilakukan kekuasaan, mencerdaskan masyarakat dengan informasi yang dimilikinya, tetapi institusi pers sendiri juga bisa menyimpangkan kekuasaannya tersebut dengan memelintir berita berita yang disuguhkan kepada khalayak.” Munas LAPMI mengagendakan pembahasan AD/ART LAPMI, program kerja, seminar dan musyawarah untuk memilih 3 orang formatur Koordinator Nasional LAPMI. Sebagai even nasional, semua cabang HMI MPO se-Indonesia juga diundang, meskipun cabang yang belum memiliki LAPMI sehingga mereka bisa berkontribusi dan kemudian dapat membentuk LAPMI di tingkat cabang masing-masing. Peserta pun tidak dibatasi untuk jurnalis HMI, tetapi anggota HMI yang ingin turut berbagi atau mengkontribusikan ilmunya, misalnya yang ingin berbagi ilmu mengenai IT untuk pengembangan jurnalisme di HMI, termasuk dalam mengembangkan hminews.com agar lebih baik lagi

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Blogger news


Make Widget

About the author

This is the area where you will put in information about who you are, your experience blogging, and what your blog is about. You aren't limited, however, to just putting a biography. You can put whatever you please.